PERATURAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006
NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun;
b. bahwa setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya;
c. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
d. bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya,
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak
menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketenteraman
dan ketertiban umum;
e. bahwa Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib;
f. bahwa
arah kebijakan Pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama
antara lain peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama,
kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat
beragama;
g. bahwa
daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban
melaksanakan urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang serta kewajiban melindungi
masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
h. bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional;
i. bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
j. bahwa
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan
dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan
Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya untuk pelaksanaannya di daerah
otonom, pengaturannya perlu mendasarkan dan menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf
j, perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat;
Mengingat : 1. Undang-Undang
Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2726);
2. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3298);
3. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
4. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);
5. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4468);
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 24
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3331);
8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
9. Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
10. Peraturan
Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005;
11. Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-MAG/1969
tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan Dalam Menjamin
Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh
Pemeluk-Pemeluknya;
12. Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-MAG/1979
tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri
kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia;
13. Keputusan
Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi dan Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
15. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN
PENDIRIAN RUMAH IBADAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:
1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan
ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.
3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus
dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama
secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk
berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara
sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah
setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.
6. Forum
Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum
yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam
rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk
kerukunan dan kesejahteraan.
7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.
8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.
BAB II
TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 2
Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintahan daerah dan Pemerintah.
Pasal 3
(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur.
(2) Pelaksanaan
tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi.
Pasal 4
(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota.
(2) Pelaksanaan
tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi;
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan
d. membina dan
mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan
ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur.
Pasal 6
(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama;
d. membina dan
mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat
dalam kehidupan beragama;
e. menerbitkan IMB rumah ibadat.
(2) Pelaksanaan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
dapat didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelurahan/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat.
Pasal 7
(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi:
a. memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan;
b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan
c. membina
dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat
dalam kehidupan keagamaan.
(2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi:
a. memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kelurahan/desa; dan
b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama.
BAB III
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 8
(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.
Pasal 9
(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
d. melakukan
sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat.
(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
d. melakukan
sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat; dan
e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.
Pasal 10
(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.
(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 orang.
(3) Komposisi
keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama
setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama
yang ada di provinsi dan kabupaten/kota.
(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.
Pasal 11
(1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan
b. memfasilitasi
hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama
instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama.
(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
a.
|
Ketua
|
:
|
wakil gubernur;
|
b.
|
Wakil Ketua
|
:
|
kepala kantor wilayah departemen agama provinsi;
|
c.
|
Sekretaris
|
:
|
kepala badan kesatuan bangsa dan politik provinsi;
|
d.
|
Anggota
|
:
|
pimpinan instansi terkait.
|
(4) Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
a.
|
Ketua
|
:
|
wakil bupati/wakil walikota;
|
b.
|
Wakil Ketua
|
:
|
kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;
|
c.
|
Sekretaris
|
:
|
kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota;
|
d.
|
Anggota
|
:
|
pimpinan instansi terkait.
|
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pasal 13
(1) Pendirian
rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh
berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang
bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
(2) Pendirian
rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap
menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan
ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam
hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi,
pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan
atau kabupaten/kota atau provinsi.
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah
ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar
nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90
(sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan
tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam
hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi
sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah
berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.
Pasal 16
(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.
(2) Bupati/walikota
memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak
permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 17
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah.
BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG
Pasal 18
(1) Pemanfaatan
bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus
mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota
dengan memenuhi persyaratan:
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
(2) Persyaratan
laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada
peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.
(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pasal 19
(1) Surat
keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan
rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala
kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 20
(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.
(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB
kabupaten/kota.
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 21
(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.
(2) Dalam
hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala
kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan
secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau
saran FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam
hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan
setempat.
Pasal 22
Gubernur
melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait
di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 23
(1) Gubernur
dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi melakukan
pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah
atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan
forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.
(2) Bupati/walikota
dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melakukan
pengawasan terhadap camat dan lurah/kepala desa serta instansi terkait
di daerah atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat.
Pasal 24
(1) Gubernur
melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian
rumah ibadat di provinsi kepada Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan tembusan Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat.
(2) Bupati/walikota
melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
(3) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap 6
(enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika
dipandang perlu.
BAB VIII
BELANJA
Pasal 25
Belanja
pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama
serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 26
(1) Belanja pelaksanaan
kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi
didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
(2) Belanja pelaksanaan
kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di
kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1) FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
Pasal 28
(1) Izin
bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap
berlaku.
(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.
(3) Dalam
hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen
dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah
ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud.
Pasal 29
Peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib
disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada
saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur
pendirian rumah ibadat dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas
Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran
Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2006
MENTERI AGAMA MENTERI DALAM NEGERI
MUHAMMAD M. BASYUNI H. MOH. MA’RUF
Comments
Post a Comment