Karimun (Humas) - Good and Clean
Government merupakan pemerintah yang taat azas, tidak ada penyelewengan dan
penyalahgunaan wewenang serta efisien, efektif, hemat dan bebas KKN. Tujuan
akhir dari Good and clean government adalah terwujudnya Good Governance. Demikian
penjelasan H. Jamzuri saat menyampaikan materi pada acara kegiatan
kegiatan Penyusunan Rencana Kerja & Anggaran Tahun 2016, Selasa (6/10/2015)
di Aula Kankemenag Kabupaten Karimun.
“Good Governance pada umumnya diartikan
sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan
sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
Good Governance.” Jelas H. Jamzuri.
Prinsip-prinsip good governance
menurut H. Jamzuri ada 9, yakni Partisipasi Masyarakat, Tegaknya Supremasi
Hukum, Transparansi, Peduli pada Stakeholder, Berorientasi pada Konsensus, Kesetaraan
, Efektifitas dan Efisiensi, Akuntabilitas dan Visi Strategis.
“Akar masalah good governance
dirumuskan dengan C = M + D – A, yakni C diartikan dengan Corruption, M diartikan dengan Monopoly of
power, D diartikan dengan Discretion by officials atau Kebijakan Pejabat dan A diartikan
dengan Accountability.” Jelasnya.
Beberapa aspek penghambat good
governance, masih menurut H. Jamzuri ada 4, yakni (1). Aspek Individu, Aspek
individu merupakan penyakit sosial yang berkaitan dengan moral dan akhlak
manusia, (2). Aspek Organisasi, Aspek organisasi berkaitan dengan sistem
akuntabilitas kinerja dan kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen unit
serta kultur organisasi yang kurang mendukung. (3). Aspek Masyarakat, Aspek
masyarakat berkaitan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat yang kurang
mendukung terciptanya Clean Government misalnya masyarakat kurang peduli dan
kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan adalah masyarakat sendiri, masyarakat
juga ikut terlibat dalam setiap praktek penyimpangan dan pemberantasannya hanya
akan berhasil bila masyarakat ikut aktif melakukannya. Dan (4). Aspek Peraturan
Perundang-undangan. Aspek peraturan perundang-undangan terkait dengan kualitas
peraturan perundang-undangan yang belum memadai, sanksi yang terlalu ringan dan
penerapan ketentuan yang tidak konsisten.
Untuk menciptakan Good Governance
tersebut dibutuhkan beberapa strategi, diantaranya Strategi Preventif. Strategi
Preventif dimaksudkan sebagai upaya dalam rangka mencegah timbulnya
penyelewengan, penyalahgunaan wewenang, inefisiensi, tidak efektif, tidak hemat
dan adanya KKN.
“Contoh strategi preventif :
pengharusan setiap seksi membuat perencanaan stratejik dan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), Peningkatan kualitas
pengawasan melekat, Peningkatan pembinaan sumber daya manusia (SDM) dan
Perlunya sistem perencanaan yang baik.” Katanya.
Selanjutnya Strategi Detektif, Strategi
Detektif ini jelas H. Jamzuri merupakan upaya untuk dapat mengetahui secara
dini atau dalam waktu sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya agar
penyimpangan dapat ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat untuk mencegah
kerugian negara yang lebih besar atau akibat yang lebih parah atas penyimpangan
yang terjadi.
“Strategi detektif antara lain
dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan aparat pengawasan, penyempurnaan
sistem pengaduan masyarakat dan tindak lanjutnya.”jelasnya.
Dan strategi lainnya menurut H.
Jamzuri yang bisa diterapkan adalah Strategi Represif. Strategi Represif ini jelanya dimaksudkan sebagai upaya untuk
menyelesaikan secara hukum dengan sebaik-baiknya atas penyimpangan yang telah
terjadi.
“Strategi Represif antara lain
dapat dilakukan dengan pengusutan, penyidikan, penuntutan, peradilan dan
penindakan kepada yang terlibat, Sistem pemantauan penyelesaian tindak lanjut
penanganan perkara dan Perlunya publikasi kasus berdasarkan keputusan
pengadilan.” Pungkasnya.
Comments
Post a Comment