Ini Akibat Perceraian Secara Hukum

Karimun (Humas) - Perceraian adalah perbuatan halal yang dibenci oleh Allah swt. karena dari perceraian bisa memnimbulkan banyak dampak negatif baik bagi pasangan suami istri yang bercerai, keluarga besar dari pihak suami dan istri dan terutama bagi anak-anak mereka. 

Berikut adalah akibat perceraian dari sudut pandang hukum sebagaimana disampaikan oleh Hakim Pengadilan Agama Tanjungbalai Karimun Adi Sufriadi, S.H.I saat menyampaikan materi Prosedur dan Pedoman Beracara yang Berkaitan dengan Perkara Nikah, Rujuk, Talak dan Cerai di Pengadilan Agama dalam acara Pembinaan Peningkatan Mutu Pelayanan Nikah dan Rujuk pada Kantor Urusan Agama Kecamatan tahun 2015, Sabtu (28/11/2015) bertempat di Aula Kantor Kemenag Karimun.

Pertama Hak-hak istri akibat perceraian dapat ditentukan kepada 2 faktor: 
(a). Hak-hak istri, akibat perceraian atas kehendak istri: 
  • Istri berhak mendapatkan hak asuh (hak hadhanah) atas anak/anak-anaknya yang usianya belum mencapai tamyiz (12 tahun), sedangkan bagi anak yang sudah mumayyiz, berhak memilih/dapat     dihadirkan     ke     persidangan     untuk     didengar keterangannya memilih ikut ibu atau ayahnya untuk mendapatkan pengasuhan (hadhanah). (Pasal 105 dan 156 huruf a Kompilasi Hukum Islam). 
  • Istri     berhak     mendapatkan     nafkah     anak     dari    ayahnya jika anak/anak-anak diasuh olenya sampai dengan anak/anak-anak tersebut dewasa atau mandiri. (berusia 21 tahun apabila sehat fisik dan mental atau telah menikah). (vide Pasal 149 huruf d Kompilasi Hukum Islam). 
  • Istri berhak mendapatkan ½ (seperdua) dari harta yang diperoleh selama perkawinan (harta bersama). Dan suami juga dapat menggugat tentang harta bawaan/harta pribadi yang dikuasai oleh istrinya. 
  • Istri dapat menuntut hak-hak tersebut bersama-sama dengan gugatan cerai, atau dapat juga diajukan setelah terjadi perceraian. 
(b). Hak-hak istri akibat talak atas kehendak suami adalah:
  • Istri berhak mendapatkan mut'ah (kenang-kenangan dari mantan suami berupa benda ataupun uang) kecuali apabila si istri belum pernah digauli oleh suaminya. (qabla al-dukhul / belum tamkin sempurna) berdasarkan fakta-fakta persidangan. (Pasal 149 huruf a jo. Pasal 158 huruf b dan Pasal 159 Kompilasi Hukum Islam).
  • Istri dapat menuntut hak-hak tersebut dengan cara mengajukan gugatan balik (gugatan rekonvensi) ketika proses pemeriksaan perkara cerai berlangsung, atau dapat diajukan setelah terjadinya perceraian.
  • Berdasarkan Pasal 149 huruf b jo. Pasal 158 Kompilasi Hukum Islam, kewajiban suami kepada bekas isteri yang ditalak satu raj‟i, istri dapat menggugat-balik tentang tuntutan biaya nafkah, biaya kiswah (pakaian) dan biaya maskan (tempat tinggal) untuk selama masa iddah 3 (tiga) bulan kedepan sesuai dengan kemampuan     suami/Tergugat     rekonvensi,     sesuai     dengan kelayakan/kepatutan berdasarkan „urf dan kebiasaan, Tergugat rekonvensi     sebagai   mantan  suami     dapat    dihukum     untuk membayarkannya kepada Penggugat rekonvensi (istri) untuk selama masa iddah     (3     bulan) kedepan     selama Penggugat rekonvensi/istri dalam kondisi tidak hamil. Dan juga dapat menuntut nafkah lampau (madhiyah) yang tidak diberikan oleh suami.
  • Istri berhak mendapatkan hak asuh anak/anak-anak yang usianya belum mencapai usia mumayyiz (12 tahun), sedangkan bagi anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan pengasuhan (hadhanah) dari ayah atau ibunya.
  • Istri berhak mendapatkan nafkah anak dari mantan suaminya jikaanak-anak     diasuh     olehnya     hingga     anak-anak     tersebut dewasa/mandiri.
  • Istri berhak mendapatkan ½ (seperdua) dari tanda yang diperoleh selama perkawinan atau disebut dengan harta bersama. Dan istri juga dapat menggugat balik tentang harta bawaan/harta pribadi yang dikuasai oleh suaminya.
"Secara yuridis formal ketentuan tentang harta bersama telah diatur dalam pasal-pasal dalam UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Penjelasan Pasal 49 Ayat (2) angka 10, Pasal 66 Ayat (4), Pasal 86 Ayat (1). UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan: Pasal 29, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 Ayat (1) dan ayat (2, dan Pasal 37.  PP Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 24 ayat (2). Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Pasal 1 huruf f, Pasal 85, Pasal 86 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 87 ayat (1) dan (2), Pasal 88 sampai dengan Pasal 97, Pasal 136 ayat (2), Pasal 157. dan KUH Perdata Pasal 119, Pasal 128-129 dan Pasal 139-154." jelas Adi Sufriadi, S.H.I

Kedua, bahwa salahsatu wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa dan menyelesaikan sengketa dalam bidang perkawinan bagi umat Islam. Dalam memeriksa perkara perceraian yang diajukan oleh suami, Pengadilan Agama memberikan kesempatan bagi istri yang akan menuntut haknya yaitu dengan mengajukan gugat balik (gugatan rekonvensi). Gugatan rekonvensi tersebut akan diputus bersama-sama dengan putusan perceraian yang diajukan suami. 

"Dalam melaksanakan putusan tersebut, Pengadilan Agama menerapkan bahwa sebelum suami mengucapkan ikrar talak sebagai pelaksanaan dari putusan cerai, maka Pengadilan Agama terlebih dahulu memerintahkan suami untuk menyerahkan yang menjadi hak-hak istrinya akibat perceraian, kecuali jika hak-hak istri sudah menyangkut harta, maka Pengadilan Agama akan melakukan eksekusi atas permohonan istri." jelas Adi Sufriadi, S.H.I lagi.

"Jika perceraian atas kehendak istri, maka Pengadilan Agama dapat menjalankan putusan melalui eksekusi dengan syarat harus ada permohonan eksekusi dari pihak istri." tambahnya.

Selanjutnya, masih menurut Adi Sufriadi, S.H.I, dalam proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama, majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut dapat menggunakan hak ex officio (karena jabatannya) untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak istri tersebut.

Untuk diketahui pula bahwa di Pengadilan Agama juga dikenal dengan istilah Alternatif Dispute Resolution ( ADR )  atau alternatif penyelesaian sengketa dimana secara umum bentuk-bentuk penyelesaian sengketa, terdiri dari: Litigasi, Arbitrase, Mediasi, dan Negosiasi. Alternatif Dispute Resolution ( ADR ) yang dikenal adalah Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Perdamaian dan Ishlah. Mediasi adalah salahsatu penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat. Dan sebelum mengajukan perkara ke Pengadilan Agama dianjurkan juga konsultasi ke Badan Penasihatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4).

Comments