Bhikkhu Silanando: Pasangan Ideal Untuk Dinikahi

Karimun (Humas) – Bhikkhu Silanando yang menjadi salah satu narasumber dalam  dalam kegiatan Pembekalan Pra Nikah kepada Pemuda Buddhis , Selasa (8/12/2015) menyampaiakan ada 4 syarat yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan yang ideal.

“Pasangan yang ideal itu pertama memiliki Samma Saddha yakni mempunyai keyakinan yang sama. Kedua, memiliki Samma Sila yakni mempunyai moralitas yang sama. Ketiga, memiliki Samma Caga yakni mempunyai kedermawanan yang sama dan keempat yakni memiliki Samma Pañña; yakni mempunyai kebijaksanaan yang sama.” Jelas Bhikkhu Silanando.

Sebelumnya ia menjelaskan tentang pengertian Upasaka yakni yang duduk dekat guru. 

“Kadang Upasaka disebut juga umat yang berpakaian putih. Dan kepada Upsaka ini harus menjalankan pancasila buddha, yakni 1. Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup. 2. Aku bertekad melatih diri menghindari pemgambilan barang yang tak diberikan. 3. Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan asusila. 4. Aku bertekad melatih diri menghindari ucapan bohong dan 5. Aku bertekad melatih diri menghindari minuman memabukkan hasil penyulingan atau peragian yang menyebabkan lemahnya kesadaran.” Jelasnya.

Kepada 30 pemuda dan pemudi Buddhis yang mengikuti ia berpesan untuk tidak berbuat asusila sebagaimana dilarang dalam ajaran Buddha Dhamma di Sila ketiga yakni Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan asusila. Selanjutnya ia mengutip A. 5:282-4; Paṭhamanirayasaggasuttaṃ.

“Ia berperilaku salah dalam kesenangan indriawi (berbuat asusila). Ia melakukan hubungan [seksual] dengan orang-orang seperti : mereka yang masih di bawah pengawasan ibu, di bawah pengawasan ayah, di bawah pengawasan ibu dan ayah, di bawah pengawasan saudara, di bawah pengawasan saudari, di bawah pengawasan kerabat, di bawah pengawasan marga, di bawah pengawasan Dhamma, yang sudah bersuami, yang dilindungi denda, bahkan yang telah dilingkari dengan karangan bunga (ditunangi).” Terang Bhikkhu Silanando 

Faktor terjadinya asusila jelas Bhikkhu Silanando  diantaranya karena objek yang seyogianya tidak digauli, pikiran untuk menggauli (objek) itu, upaya untuk menggauli dan terjadinya senggama.
“ Objek yang seyogianya tidak digauli adalah Wanita yang masih di bawah pengawasan  diantaranya Ibu, Ayah, Ibu dan ayah, Saudara, Saudari, Kerabat, Marga, Dhamma, Diamankan, dan Dilindungi denda.” Terangnya.

Selanjutnya Bhikkhu Silanando  menjelaskan dalam “Sutta Tentang Kedengkian” Vera-Sutta; A. 3:205, setelah menjelaskan kepada Anathapindika perihal Pancasila [Buddhis], Sang Buddha mengucapkan syair berikut : Orang yang membunuh makhluk hidup, berbohong, mencuri, pergi ke wanita pihak lain (paradāra), Menenggak minuman keras, di dunia ini; Tidak menanggalkan lima kedengkian, disebut tidak berakhlak, dungu; Setelah terurainya jasmani, akan terlahir di neraka.

“Sebagaimana diseutkan dalam undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga {rumah tangga} bahagia dan kekal menurut Ketuhanan Yang Maha Esa.” Katanya.

Bhikkhu juga mengingatkan bahwa untuk memasuki perkawinan yang bahagia dan sejahtera, tidaklah mudah dan sederhana. Sesuatu yang nampak indah dari kejauhan belum tentu juga indah apabila didekati.

“Sebaiknya sebelum menikah dari laki-laki atau perempuan melakukan pemantauan atau sama belajar karakter masing-masing, jika memang ada kekurangan yg tidak dapat ditolelir, maka pasangan tersebut bisa saja tidak melanjutkan hubungannya, tetapi kalau memang sudah sama-sama bisa menerima dan sudah merasa cocok maka bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan.” Katanya.
Bhikkhu Silanando  juga menyampaikan bahwa untuk mewujudkan keluarga Buddhis yang bahagia ada 7 faktor yakni saling setia, saling percaya, saling menghormati, saling mengalah, saling membantu, saling bersahabat, dan saling memelihara komunikasi.

“Tugas suami kepada istrinya yakni seorang suami wajib menghormati istrinya. Bersikap ramah tamah dan tetap setia kepadanya. Memberikan wewenang penuh kepada istri untuk mengatur rumag tangganya. Memberikan nafkah dan kebutuhan – kebutuhan istrinya. Dan memberikan kebahagiaan kepada istrinya dengan memberikan sesuatu yang disenanginya sessuai dengan kemampuannya.” Ungkap Bhikkhu Silanando .

Adapun kewajiba istri kepada suaminya yakni seorang istri wajib mencintai suaminya. Dapat menjalankan kewajibannya dengan baik. Tetap setia kepada suaminya. Bersikap ramah tamah terhadap keluarga kedua belah pihak. Dan pandai dan rajin dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
“Dan terakhir, setelah menikah kemudian memiliki anak, maka sebagai orang tua maka mempunyai kewajiban mencegah anaknya berbuat jahat. Menganjurkan anaknya berbuat baik. Memberikan pendidikan profesional kepada anaknya. Mencarikan pasangan hidup yang sesuai dengan anaknya. Dan memberikan harta warisan kepada anaknya pada waktu yang tepat.” Tutupnya.

Comments