H. Erman Zaruddin: Gratifikasi Adalah Akar Dari Korupsi !!

Karimun (Humas) – Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam Kanwil Kemenag Prov. Kepri Drs. H. Erman Zaruddin, M.M Pd dihadapan Ka. KUA dan staf KUA se-Kabupaten Karimun mengingatkan bahwa gratifikasi adalah akar dari korupsi.

Hal ini disampaikannya dalam acara Pembinaan Peningkatan Mutu Pelayanan Nikah dan Rujuk pada Kantor Urusan Agama Kecamatan tahun 2015, Sabtu (28/11/2015) bertempat di Aula Kantor Kemenag Karimun.

“Dalam Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada 30 jenis tindak pidana korupsi. Ke -30 jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu; kerugian keuangan Negara; suap - menyuap; penggelapan dalam jabatan; pemerasan; perbuatan curang; benturan kepentingan dalam pengadaan; dan gratifikasi.” Terangnya.

PENGERTIAN GRATIFIKASI

“UU Nomor 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Pada penjelasan pasal 12 b ayat 1 dinyatakan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas. Bentuknya dapat berupa pemberian uang barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya yang diterima di dalam negeri maupun yang di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronika maupun tanpa sarana elektronika.” Papar H. Erman Zaruddin.

Ia juga mengutip pendapat dalam situs dakwatuna.com yang mengartikan gratifikasi dengan kalimat Riswah yang berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.

“Setiap gratifikasi pada pegawai negeri sipil dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannnya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.” Tegas H. Erman Zaruddin.

H. Erman Zaruddin menegaskan bahwa gratifikasi adalah akar dari korupsi karena merupakan salah satu bentuk konflik kepentingan yang bisa menyebabkan penyelenggara dapat terganggu independensinya.

Masih menurut H. Erman Zaruddin ada delapan Penyebab Gratifikasi, yakni;
  1. Penghasilan tidak seimbang dengan kebutuhan
  2. Kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan
  3. Administrasi yang lambat
  4. Warisan pemerintah kolonial
  5. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya
  6. Tidak ada kesadaran moral dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara
  7. Ingin cepat selesai urusan dengan perantara calo
  8. Tidak adanya kesadaran korban yang dirugikan untuk menuntutnya
“Adapun faktor pendorong penyalahgunaan wewenang dan menerima gratifikasi ada empat, yakni adanya kebutuhan, adanya tekanan, adanya kesempatan dan rasionalisasi,” jelasnya.

Terakhir ia berpesan bahwa penegakan zona integritas ini dilakukan melalui langkah-langkah strategis, diantaranya dengan memasang poster layanan pencatatan nikah dan menempatkannya pada tempat-tempat strategis, sehingga mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat pengguna layanan. Selain itu pada setiap KUA diharuskan menyiapkan kotak pengaduan masyarakat terkait dengan layanan KUA dan segera merespon setiap pengaduan tersebut.

“Kepala KUA diwajibkan untuk melakukan pembinaan melekat kepada jajarannya dalam rangka untuk menghilangkan stigma negatif dari masyarakat, Sehingga, secara umum pogram penerapan zona integritas yang diawasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dapat memuluskan jalan bagi reformasi birokrasi di Kementerian Agama.” Tutupnya.

Comments