Berita Kemenag: Menag Bantu Perbaiki Rumah Ibadah dan Ponpes yang Rusak Akibat Erupsi Kelud

Berita Kemenag: Menag Bantu Perbaiki Rumah Ibadah dan Ponpes yang Rusak Akibat Erupsi Kelud
Andhika Dwi - detikNews
Kediri - Menteri Agama (Menag) dan Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) memberikan bantuan untuk pembangunan pasca erupsi Gunung Kelud. Bantuan ini nantinya akan digunakan untuk perbaikan rumah ibadah dan pondok pesantren.

Rombongan Menag Suryadharma Ali dan Menpera Djan Faridz tiba di Gedung Nasional Indonesia Kota Kediri sekitar pukul 11.30 WIB, Rabu (5/3/2014).

"Saya juga akan memperlakukan secara khusus untuk masjid dan ponpes yang rusak berat, dan saya berharap atas kejadian ini tidak menghentikan kegiatan-kegiatan keagamaan di kawasan berdampak," kata Suryadharma Ali.

Bantuan yang diberikan oleh Menag berupa uang sebesar Rp 595 Juta dialokasikan untuk rehabilitasi pasca bencana untuk 21 lembaga Madrasah rohdotul atfal, 28 lembaga MI, 16 MTS, 4 MA, 21 pondok pesantren madrasah diniyah, 12 pondok pesantren, 13 TPQ, 8 masjid di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang serta 1 gereja katolik dan 4 gereja kristen.

Sedangkan Menpera juga berencana ikut memberikan bantuan kepada korban kelud berupa pembangunan WC Komunal 26 buah. "Kementerian Perumahan Rakyat memang membantu hanya WC saja, karena Provinsi Jawa Timur yang mengurusi pembangunan rumah rusak," ucap Djan Faridz.

Berita Kemenag: Menag: MUI Tak Perlu Laporkan Pendapatan dari Proses Sertifikasi Halal
Senin, 3 Maret 2014 | 11:03 WIB
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Menteri Agama RI yang juga Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali saat sesi wawancara di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu(8/1/2014). KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
Baca juga

    Militer Indonesia Diterjunkan Cari Malaysia Airlines
    Prijanto Merasa Tersinggung atas Ucapan Basuki
    Pesawat Malaysia Hilang, Istri Indra Pingsan
    Menurut Demokrat, Jokowi Tak Akan Maju Jadi Capres
    PAN: Jangan Tipu Rakyat dengan "Blusukan"

           
           
11


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak perlu melaporkan pendapatannya dari proses sertifikasi halal. Menurut Suryadharma, posisi MUI seperti pihak swasta yang tidak memiliki tanggung jawab melaporkan dana kepada pemerintah.

"MUI tidak perlu mempertanggungjawabkan (pendapatannya) pada pemerintah melalui Kementerian Agama. Analogi saya, MUI itu seperti rumah sakit swasta," kata Suryadharma di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2014).

Ia menjelaskan, ibarat sebuah rumah sakit swasta, MUI juga mengeluarkan dana untuk investasi pembelian alat dan pembiayaan ahli yang diterjunkan dalam proses pemberian sertifikasi halal. Atas dasar itu, tak ada kewajiban bagi MUI untuk melaporkan pendapatannya dari proses tersebut.

"Sama dengan rumah sakit swasta. Beli alat rontgen, laboratorium, lalu hasilnya tidak dilaporkan ke Kementerian Kesehatan karena investasi sendiri," ujarnya.

Meski demikian, ia menilai proses pemberian sertifikasi halal ini perlu ditertibkan. Hal ini diwujudkan dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang masih terus dibahas di DPR. Dalam RUU tersebut diatur mengenai biaya sertifikasi sampai pada lembaga yang menanganinya. Pendapatan dari proses itu akan masuk ke kas negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Seperti diberitakan, masalah pemberian sertifikasi halal masih menuai sorotan. RUU Jaminan Produk Halal yang diusulkan atas inisiatif DPR sejak 2006 belum diselesaikan pembahasannya hingga menjelang berakhirnya masa tugas periode 2009-2014.

Belum selesainya pembahasan RUU tersebut dikarenakan masih adanya perdebatan antara DPR dan pemerintah. Perdebatan itu mengenai apakah sertifikasi produk halal itu diwajibkan atau bisa dilakukan secara sukarela. RUU itu juga mengatur mengenai tarif pemberian sertifikasi yang akan dimasukkan dalam PNBP. Selama ini penerimaan dari proses sertifikasi selalu masuk ke kantong MUI dan belum pernah ada mengenai laporan pendapatannya.

Hal lain yang menuai banyak perdebatan adalah ketika RUU akan mengatur mengenai lembaga yang akan memberikan sertifikasi halal. Perdebatan ini terjadi di internal Komisi VIII maupun dengan pemerintah. Akhirnya, pembahasan tak kunjung selesai dan pengesahan terancam kembali diundur.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

    Kontroversi Sertifikasi Halal MUI

Penulis    : Indra Akuntono
Editor     : Sandro Gatra

Comments