Berita Kemenag Terkini: JK Minta Kemenag-MUI Bergabung

Berita Kemenag Terkini: JK Minta Kemenag-MUI Bergabung
Berita Kemenag Terkini: JK Minta Kemenag-MUI Bergabung
Berita Kemenag Terkini: JK Minta Kemenag-MUI Bergabung daripada Berebut Sertifikasi Halal
Jumat, 28 Februari 2014 | 17:48 WIB
KOMPAS/Hendra A Setyawan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla memberikan keterangan kepada wartawan di kantor PMI, Jakarta, Selasa (29/5/2012). Terkait pencalonan presiden yang diusung Partai Golkar, wakil presiden ke sepuluh ini tidak akan mencampuri urusan internal partai berlambang pohon beringin tersebut.

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden yang juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla alias JK, berharap agar Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak berebut kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi halal. Menurut JK, Kemenag dan MUI sebaiknya bergabung untuk menjamin halal atau tidaknya suatu produk yang beredar di pasaran.

"Digabungkan saja, tidak harus salah satu. Bisa dua-duanya (mengurusi sertifikasi halal). Tinggal atur masalah teknisnya saja," kata JK seusai menghadiri Islamic Book Fair di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (28/2/2014).

JK menjelaskan, peran MUI dalam menerbitkan sertifikat produk halal sudah cukup baik selama ini. Namun, peran tersebut masih belum cukup kuat karena MUI bukan lembaga pemerintah, melainkan hanya sebuah ormas.

Oleh karena itu, JK menilai bahwa peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam penetapan sertifikasi halal. Kemenag sebagai unsur pemerintah dinilai mampu untuk mengurusi sertifikasi halal itu dengan baik.

"Memang harus ada yang bertanggung jawab (mengurus sertifikat halal). Kalau MUI saja, memang tidak cukup kuat karena bukan negara. Tapi kalau ada Kementerian Agama, dia bisa menindak secara hukum," kata politisi senior Partai Golkar itu.

JK menambahkan, masalah sertifikasi produk halal ini bukan hal yang rumit untuk diselesaikan. Jika semua pihak bekerja sama menyelesaikannya, maka masalah ini bisa segera diselesaikan dengan baik.

Seperti diberitakan, masalah pemberian sertifikasi halal masih menuai sorotan. Pembahasan RUU Jaminan Produk Halal yang diusulkan atas inisiatif DPR sejak 2006 belum juga selesai hingga akhir masa tugas periode 2009-2014.

Selain mengatur mengenai tarif dan PNBP, RUU itu juga akan mengatur mengenai lembaga yang akan memberikan sertifikasi halal. Usulan mengenai lembaga inilah yang menciptakan perdebatan panjang di internal Komisi VII ataupun dengan pemerintah. Akhirnya, RUU tersebut tak kunjung disahkan menjadi undang-undang.

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, tarif tetap akan diberlakukan jika Kementerian Agama diberikan otoritas untuk menerbitkan sertifikasi halal. Sebelumnya, ia menyatakan, kewenangan menerbitkan sertifikasi seharusnya berada di kementeriannya.

Selama ini, kata Suryadharma, pungutan tarif sertifikasi halal dilakukan oleh MUI. Kementerian Agama tidak pernah tahu jumlah uang yang didapat MUI dari sertifikat halal yang diterbitkan. Pasalnya, uang yang dipungut MUI tidak masuk ke kas negara. 

Berita Kemenag Terkini: MUI Enggan Serahkan Sertifikasi Halal
Sabtu, 01 Maret 2014, 14:06 WIB
Komentar : 1
Majelis Ulama Indonesia (ilustrasi)
Majelis Ulama Indonesia (ilustrasi)
A+ | Reset | A-   

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengklaim sertifikasi halal produk pangan atau obat-obatan merupakan urusan lembaganya. Pemerintah hanya perlu membuat regulasi bila sebagian dari pemasukan tersebut disumbangkan ke kas negara.

Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnen mengatakan, sudah menjalankan sertifikasi ini selama 25 tahun. Upaya kementerian agama ingin mengambil alih peran MUI sebagai lembaga yang dianggap berwenang, dinilai serakah.

"Kalau memang sebagian pemasukan dari sertifikasi ini harus masuk dalam kas negara, maka buat saja peraturannya. Sertifikasi ini merupakan wewenang MUI sebagai lembaga yang mewadahi kebutuhan umat Islam," kata Zulkarnen saat dihubungi Republika, Sabtu (1/3).

Kementerian, kata dia, memayungi seluruh keperluan agama di Indonesia, bukan hanya Islam. Sedangkan sertifikasi produk halal menjadi keutamaan spesifik satu agama yakni Islam. Sudah seharusnya MUI sebagai wadah umat Islam mengakomodasi hal tersebut.

Lagipula, tambahnya, terlalu banyak urusan kementerian agama yang belum selesai. Bahkan, hingga muncul dugaan korupsi, seperti persoalan haji dan kantor urusan agama (KUA). Ia mengaku khawatir jika sertifikasi halal ini diserahkan ke pemerintah, malah membuka celah penyimpangan lain.

"MUI siap diaudit kalau memang ada dugaan semacam itu atas sertifikasi yang kami jalani. Kami menolak untuk bekerja sama dengan kemenag, karena instansi itu sudah dianggap kehilangan legitimasinya di mata publik," ujar dia.

Kalau sertifikasi halal belum merata di seluruh perusahaan pangan dan obat-obatan, kata dia, seharusnya pemerintah dan DPR membantu menyempurnakannya. Mereka bisa membuat aturan, UKM yang dinilai tidak mampu mambayar, dibiayai lewat APBN.

Pengelolaan yang diambil alih pemerintah, menurutnya, tidak menjadi alasan kemudahan akses. Malah, perusahaan yang mengurus legalisasi halal, justru lebih sulit karena prosedur dan administrasinya ketat.

"Potensi adanya pungutan liar atau semacamnya akan terbuka lebar. Biar hal ini diurus MUI, salah kalau mereka menilai MUI hanya ulama. Kami juga memiliki pakar ahli keilmuan yang paham mengurus hal seperti ini," kata dia.

Berita Kemenag Terkini: MUI dan Kemenag berebut kewenangan sertifikasi halal
Reporter : Muhammad Sholeh | Kamis, 27 Februari 2014 13:49

MUI dan Kemenag berebut kewenangan sertifikasi halal   
label halal. REUTERS

Berita Terkait

    MUI bakal keluarkan sertifikasi produk haram MUI bakal keluarkan sertifikasi produk haram
    MUI: Baru Jokowi dukung sertifikasi halal restoran dan produk
    Pemerintah bakal libatkan MUI dalam sertifikasi halal

Merdeka.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal masih menuai perdebatan di internal anggota Komisi VIII DPR . Ada perbedaan pendapat soal kewenangan lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal.

Ketua Komisi VIII DPR Hasrul Azwar mengatakan, masih ada tarik ulur mengenai siapa nantinya yang akan mengeluarkan sertifikasi halal. Menurut Hasrul, banyak kendala yang dihadapi lembaga yang saat ini mengeluarkan sertifikasi halal.

"Banyak kendala tentang badan yang menangani jaminan produk halal, saya enggak nyebut lembaganya," ujar Hasrul kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2).

Hasrul mengakui, jika ada pandangan anggota Komisi Agama DPR yang menginginkan agar sertifikasi halal dikeluarkan oleh badan baru yang dibentuk di bawah Kementerian Agama. Di sisi lain, anggota Komisi VIII DPR juga ada yang menginginkan agar sertifikasi halal tetap dikeluarkan MUI.

"Satu lagi ada badan yang dibentuk khusus di Depag selama Dirjen Bimas Islam yang mengelola produk halal. Kedua, ada yang menginginkan sertifikasi halal tetap MUI yang memberikan, fatwa halal dari MUI, ini praktek sekarang ini," jelas Hasrul.

Politisi PPP itu menegaskan, hingga saat ini pembahasan RUU jaminan produk halal masih terus digodok. Belum ada keputusan resmi siapa yang berwenang untuk menangani dan mengeluarkan sertifikasi halal tersebut.

"Ada juga yang mengusulkan jadi badan tersendiri semacam badan satu atap. Di dalamnya Depag, MUI, Menkes, Departemen Perdagangan, Departemen Industri, BPOM, inilah yang mengurus," terang Hasrul.

"MUI bersikeras ada badan LP POM, dan MUI ingin dari segi sejarah mereka yang sudah mengelola produk halal. Ada yang ingin badan, ada yang ingin diserahkan di bawah Depag," tandasnya.

Comments