Kedudukan Majelis Taklim, Pendidikan Al-Quran, Diniyah Takmiliyah, Pesantren Dalam PP 55 Tahun 2007



Karimun (humas) – Majelis Taklim, Pendidikan Al-Quran, Diniyah Takmiliyah, Pesantren dalam PP 55 Tahun 2007 merupakan bagian dari Pendidikan Keagamaan Islam. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh  Drs. H. Lukman M.Pd.I Kabid Pend. Agama & Keagamaan Islam Kanwil Kemenag Kepri saat menyampaikan materi pada kegiatan Musyawarah kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun, Selasa (20/10/2015) bertempat di Aula Kantor Kemenag Kabupaten Karimun.

Majelis Ta’lim berdasarkan PP 55 Th 2007 Pasal 23 menyatakan bahwa (1). Majelis Ta’lim atau nama lain yang sejenis bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia peserta didik serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta, (2). Kurikulum Majelis Ta’lm bersifar terbuka dengan mengacu pada pemahaman terhadap al-Quran dan Hadits sebagai dasar untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan  kepada Allah SWT, serta akhlak mulia dan (3). Majelis Ta’lim dapat dilaksanakan di masjid, mushalla, atau tempat lain yang memenuhi syarat," terang H. Lukman

Adapun Pengajian Kitab menurut PP 55 Th 2007 Pasal 22, H. Lukman menjelaskan bahwa (1). Pengajian kitab dilaksanakan di pondok pesantren, masjid, mushalla, atau tempat lain yang memenuhi syarat, (2). Penyelenggaraan pengajian kitab dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang dan (3). Pengajian kitab diselenggarakan dalam rangka mendalami ajaran Islam dan/atu menjadi ahli ilmu agama Islam.

“Sementara Pendidikan Al-Quran menurut PP 55 Th 2007 Pasal 24 menjelaskan bahwa (1). Pendidikan al-Quran bertujuan meningkatkan kemampuan peserta didik membaca, menulis, memahami, dan mengamalkan kandungan al-Quran, (2). Pendidikan al-Quran terdiri dari Taman Kanak-Kanak Al-Quran (TKQ), Taman Pendidikan Al-Quran, Ta’liml Quran lil-Aulad (TQA), dan bentuk lain yang sejenis, (3). Pendidikan al-Quran dapat dilaksanakan secara berjenjang dan tidak berjenjang, (4). Penyelenggara pendidikan al-Quran dipusatkan di masjid, mushalla, atai ditempat lain yang memenuhi syarat dan (5). Kurikulum pendidikan al-Quran adalah membaca, menulis, dan menghafal ayat-ayat al-Quran, tajwid serta menghafal doa-doa utama,” papar H. Lukman.

Untuk Diniyah Takmiliyah menurut PP 55 Th 2007 Pasal 25, H. Lukman melanjutkan bahwa (1). Diniyah Takmiliyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT, (2). Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang, (3).Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dilaksanakan  di masjid, mushalla, atau di tempat lain yang memenuhi syarat, (4). Penamaan atas diniyah takmiliyah merupakan kewenangan penyelenggara dan (5). Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan tinggi.
 
“Sementara untuk Pesantren menurut PP 55 Pasal 26 dijelaskan bahwa (1). Pesantren menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan  menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia,  serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan , pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk  menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang memiliki keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat, (2). Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak  usia dini , pendidikan dasar, menengah, dan/atau pendidikan tinggi dan (3). Peserta didik dan/atau pendidik di pesantren yang diakui keahliannya  di bidang ilmu agama tetapi tidak memiliki ijazah pendidikan formal dapat menjadi pendidik mata pelajaran/kuliah pendidikan agama di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang memerlukan, setelah  menempuh uji kompetensi sesuai ketentuan  Peraturan Perundang-undangan,” terangnya lagi. 

Dari uraian terseut H. Lukman menegaskan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan perlu diadministrasikan pada institusi pemerintah dengan ketentuan sebagai berikut  (1). Pendidikan Keagamaan dapat berbentuk satuan atau program pendidikan, (2). Pendidikan Keagamaan dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat , (3). Pendirian Satuan Pendidikan Keagamaan wajib memperoleh izin dari Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk , (4). Syarat pendirian satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud terdiri atas: Isi pendidikan/kurikulum, Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, Sarana dan prasarana yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran, Sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan sekurang-kurangnya untuk 1 (satu) tahun pendidikan/akademik berikutnya, Sistem evaluasi; dan Manajemen dan proses pendidikan.

“Untuk prosedur Pendirian Pendidikan Diniyah Non Formal seperti Pengajian Kitab, Majelis Ta’lim, TKQ, TPQ, TQA, Diniyah Takmiliyah dan lainnya yang sejenis: (1) Penyelenggara mengajukan usul pendirian kepada kan kemenag Kab/Kota; (2). Kemenag Kab/kota melakukan verifikasi; (3). Bila lulus verifikasi, Ka kan kemenag Kab./Kota mengeluarkan surat keputusan ttg penetapan pendirian sebagai izin operasional, dan selanjutnya menerbitkan piagam penyelenggaraan berikut nomor statistik dan terakhir (4). Penetapan dilaporkan kepada Kanwil Kemenag provinsi.” pungkasnya.

Comments