Karimun (Humas) – Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Karimun Drs. H. Afrizal mengingatkan kepada peserta
Kursus Pra Nikah bahwa semua perkawinan harus tercatat di Kantor Urusan Agama
(KUA).
Hal ini disampaikan H. Afrizal kepada
22 pasang calon pengantin yang sedang mengikuti Kursus Pra Nikah yang
dilaksanakan oleh oleh Badan Penasehat Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Kabupaten Karimun, Rabu (4/11/2015) di Aula Kantor
Kemenag Kabupaten Karimun.
“Tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Demikian ditegaskan dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat 2, dan bagi kita yang muslim harus
tercatat di Kantor KUA,” terangnya.
Tentang keharusan tercatatnya
perkawinan ini juga ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Bab II pasal 5 yang
menytakan: Agar Terjamin Ketertiban Perkawinan Bagi Masyarakat Islam Setiap
Perkawinan Harus Dicatat. Pencatatan Perkawinan Tersebut Dilakukan Oleh Pegawai
Pencatat Nikah Sebagaimana Yang Diatur Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 Jo
Undang-Undang No. 32 Tahun 1954.
“Untuk memenuhi ketentuan tersebut
maka setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan
pegawai pencatat nikah. Dengan demikian perkawinan yang dilakukan di luar
pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.” Tegasnya.
Dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan juga bahwa perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Pengertian perkawinan, lanjut H.
Afrizal menurut undang-undang tersebut adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
“Sementara menurut Kompilasi Hukum
Islam, perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya
merupakan ibadah.” terangnya.
Ia melanjutkan bahwa syarat-syarat
perkawinan pertama, Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai. Dan kedua, untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua, hal ini
sebagaimana disebutkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bab 2 Pasal 6.
“Perkawinan hanya diizinkan bila
pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah
mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Dalam hal pasangan belum mencapai umur
tadi maka dapat minta dispensasi kepada Pengadilan Agama.” Lanjutnya.
Comments
Post a Comment