Bakti Anak Kepada Orangtua Menurut Ajaran Agama Buddha

Karimun (Humas) – Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun melalui Penyelenggara Buddha, Senin (7/12/2015) menyelenggarakan kegiatan pembinaan siswa Sekolah Minggu Buddha. Kegiatan pembinaan siswa Sekolah Minggu Buddha se-Kabupaten Karimun tahun 2015 ini berlangsung di Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun dan diikuti sebanyak 35 peserta.

Penyelenggara Buddha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun Sudir, S.Pd dalam penyampaian materi keduanya menyampaikan tentang Bhakti-Bakti Anak Kepada Orangtua Menurut Ajaran Agama Buddha.

“Di dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya. Mereka sering menyalahkan orang tuanya karena mereka menganggap bahwa orang tuanya tidak memberikan cinta kasih dan perhatian yang penuh kepada mereka, selalu menuntut cinta kasih dan perhatian dari orang tuanya karena mereka menganggap bahwa cinta kasih dan perhatian itu wajib diberikan oleh orang tua kepada mereka. Banyak anak tidak menghormati dan tidak patuh kepada orang tuanya.” Ungkap Sudir.

“Yang dimaksud Dharma adalah doktrin atau pokok ajaran, inti  ajaran agama Buddha dirumuskan dalam empat kebenaran yang mulia atau empat aryasatyani yang terdiri dari empat kata yaitu: Dukha, Samudaya, Nirodha dan Marga.” Tambahnya.

“Ada itu suatu Derita atau Dukkha. Derita itu disebabkan Hasrat atau Samudaya. Hasrat itu mestilah ditiadakan atau Nirodha dan Peniadaan itu dengan delapan jalan atau Marga.” Jelasnya.

Dukha, lanjut Sudir ialah penderitaan. Hidup adalah menderita.Kelahiran adalah penderitaan’ umur tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, mati adalah penderitaan, disatukan dengan yang tidak dikasihi adalah penderitaan, tidak tercapai apa yang diinginkan adalah penderitaan, singkatnya kelima pelekatan kepada dunia adalah penderitaan.

Sementara Samudaya lanjut Sudir adalah sebab, penderitaan ada sebabnya yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah keinginan kepada hidup, dengan disertai nafsu yang mencari kepuasan di sana sini, yaitu kehausan pada kesenangan,kehausan pada yang ada, kehausan pada kekuasaan.

Sedangkan Nirodha adalah pemadaman.Pemadaman kesengsaraan terjadi dengan penghapusan keinginan secara sempurna, dengan pembuangan keinginan itu, dengan penyangkalan terhadapnya, dengan pemisahannya dari dirinya dan dengan tidak memberi tempat kepadanya.

Selanjutnya Marga ialah jalan  kelepasan, jalan yang menuju kepada pemadaman penderitaan ada delapan yaitu delapan jalan kebajikan: 1. Pengertian yang benar (samma-ditthi), 2.Maksud yang benar( Samma-sankappa), 3. Bicara yang benar(samma-vacca), 4.Laku yang benar(samma-kammarta), 5.Kerja yang benar(samma-ajiva), 6.Ikhtiar yang benar(samma-vayama), 7.Ingatan yang benar(samma-sati) dan 8.Samadhi yang benar(Samma-samadhi)

“Pokok ajararan Buddha Gautama, yang utama ialah, bahwa hidup adalah menderita, seandainya di dalam dunia tidak ada penderitaan, Buddha tidak akan menjelma di dunia. Orang dilahirkan menjadi tua dan mati; tiada hidup yang tetap. Sedang manusia hidup ia menderita sakit, dan  semua itu adalah penderitaan. Untuk menerangkan hal ini diajarkan Pratitya Samutpada, yaitu pokok permulaan yang bergantungan. Seluruhnya diajarkan adanya 12 pokok permulaan, yang jelas kehausan atau keinginan yang menyebabkan adanya penderitaan pada hakikatnya disebabkan oleh ketidaktahuan atau awidya.” Jelasnya.

Pengikut agama Buddha, jelas Sudir lagi dibagi menjadi dua bagian, yaitu; para bhiksu atau rahib dan para kaum awam. Kelompok pertama terdiri dari Bhikkhu, Bikkhuni, Samanera dan Samaneri, kelompok masyarakat awam terdiri dari upasaka dan upasaki yang telah menyatakan diri berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha sreta melaksanakan prinsip-prinsip moral bagi umat awam dan hidup berumah tangga.

“Sangha adalah persamuan dari  suci yang makhluk-makluk suci yang disebut ’Arya Punggala yaitu mereka yang sudah mencapai buah kehidupan beragama yang ditandai dengan kesatuan pandangan yamg bersih dengan sila yang sempurna. Tingkat kesucian yang mereka capai itu mulai dari tingkat Sotapatti, Sakadagami, anagami, arahat. “ terang Sudir.

Tingkat Sotapati, masih menurut Sudir adalah tingkat kesucian pertama, dimana mereka masih menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada tingkatan ini seorang sotapati masih harus mematahkan belenggu kemayaan aku, keragu-raguan, ketakhayulan sebelum dapat meningkat ke Sakadagami.Pada tingkat Sakadagami ia harus menjelma sekali lagi sebelum mencapai nirwana. Ia harus dapat membangkitkan kundalini sebelum naik ke tingkat anagami. Setelah mencapai tingkat anagami, ia tidak perlu menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun harus mematahkan beberapa belenggu sebelum mencapai tingkat terakhir,.

Arahat. Belenggu tersebut adalah kecintaan yang indrawi dan kemarahan atau kebencian. Setelah berhasil mematahkan belenggu tersebut ia kemudian naik tingkat arahat dan dapat langsung mencapai nirwana di dunia maupun  sesudah meninggalnya.Pada tingkatan ini ia harus mematahkan belenggu keinginan untuk hidup dalam bentuk(ruparaga),keinginan untuk hidup tanpa bentuk(arupara),kecongkakan(mano).

“Pengikut Buddha yang kedua adalah kaum awam, ialah yang mengakui Buddha sebagai pemimpin keagamaan dan tetap hidup di dalam masyarakat dengan berkeluarga. Pada hakekatnya para kaum awam tidak dapat mencapai nirwana.  Sekalipun demikian kedudukan mereka adalah sangat penting, mereka sudah berada pada jalan . Sekalipun demikian kedudukan mereka adalah sangat penting, mereka sudah berada pada awal jalan yang menuju kepada kelepasan.” terangnya

“Keyakinan dalam  Buddha yang paling utama adalah keyakinan kepada Buddha, keyakinan pada jalan mulia berunsur delapan. Keyakinan kepada ketiadaan hawa nafsu atau Viraga atau Nibbana yang dinyatakan juga sebagai dhamma dan keyakinan kepada ketiadaan hawa nafsu atau Viraga atau Niddana yang dinyatakan juga sebagai Dhamma dan keyakinan kepada ariya Sangha, persaudaraan orang-orang suci.” Jelasnya lagi.

“Perbuatan yang memberikan dampak kebahagiaan harus tetap dilaksanakan, tetapi perbuatan yang membawa penderitaan jangan dilakukan. Buddha menolak ajaran pandangan yang salah berdasarkan keyakinan yang membuta. Agama Buddha dihargai karena ajarannya yang universal tidak pernah kompromi dengan kekerasan, mrnghargai kehidupan , mencintai semua mahkluk tanpa kecuali dan tanpa membeda-bedakan.” Pungkasnya.

Comments