Karimun (Humas) – Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun
melalui Penyelenggara Buddha, Selasa (8/12/2015) menyelenggarakan kegiatan Pembekalan
Pra Nikah kepada Pemuda Buddhis di Kabupaten Karimun.
Penyelenggara Buddha Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Karimun Sudir, S. Pd dalam kegiatan tersebut
menjelaskan pandangan agama Buddha dalam hal hidup berkeluarga.
“Seorang laki-laki yang beragama
Buddha di dalam hidupnya dapat memilih antara hidup berkeluarga dan tidak
berkeluarga. Sebagai seorang yang hidup berkeluarga ia dapat kawin dengan
seorang perempuan dan membentuk keluarga, lalu mempunyai keturunan dan
seterusnya; akan tetapi ia juga dapat tidak kawin dan tidak membentuk keluarga,
tentunya dengan berbagai alasan.” Jelas sudir saat menyampaikan materinya.
“Apabila ia memilih hidup
tidak berkeluarga juga tidak berumah tangga, maka ia dapat hidup tidak
berkeluarga juga tidak berumah tangga, maka ia dapat tinggal di Vihara sebagai
anagarika, Samanera atau bhikkhu dan mematuhi Sila yaitu latihan moral etik,
tekad yang sungguh sungguh untuk tidak melakukan sesuatu (berpantang) dan apabila
dilanggar akan membawa akibat yang merugikan diri sendiri maupun makluk lain.”
Tambahnya.
Ia juga menambahkan bahwa seperti
juga seorang laki-laki maka seorang perempuan yang beragama Buddha dapat
memilih antara hidup berkeluarga dan hidup tidak berkeluarga. Sebagai orang
yang hidup berkeluarga dan hidup tidak berkeluarga. Sebagai orang yang hidup
berkeluarga ia dapat memilih antara hidup bersama dengan laki-laki sebagai
suami istri dan membentuk keluarga, atau ia tidak kawin dan tidak membentuk
keluarga.
“Jika ada laki-laki, setelah
ia mempunyai istri dan anak-anak, baru pada usia agak lanjut ia menjadi bhikku
menjadi anggota Sangha. Kalau ia masih terikat dengan seorang perempuan dalam
ikatan perkawinan maka ia harus mendapat ijin tertulis dari istrinya tersebut
untuk dapat menjadi seorang bhikkhu.” Terangnya.
Sudir selanjutnya
menjelaskan bahwa tidak semuanya laki-laki beruntung mendapatkan seorang
perempuan yang baik (dewi) sebagai istrinya, ia mungkin mendapatkan seorang
perempuan yang jahat atau berperangai buruk(chava) sebagai istrinya, sehingga
dapat diramalkan perkawinannya akan merupakan bencana bagi dirinya.
“Demikian pula tidak semua
perempuan beruntung mendapatkan seorang laki-laki yang baik (dewa) sebagai
suaminya ia mungkin saja mendapatkan seorang laki-laki yang jahat/berperangai
buruk sebagai suaminya, sehingga perkawinannya pasti tidak akan membawa
kebahagiaan, hanya membawa nestapa belaka.” Lanjutnya.
Sudir menjelaskan pula bahwa
seorang yang jahat dan berperangai buruk adalah orang yang suka melakukan berbagai kejahatan (melanggar
Pancasila Budhis), mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk, mementingkan dirinya
sendiri, tidak menghormati mereka yang patut untuk dihormati dan lain
sebagainya
“Ada juga perkawinan antara
seorang laki-laki yang jahat dengan seorang perempuan yang jahat, mereka
mungkin merasa bahagia menurut ukuran mereka sendiri, akan tetapi itu adalah
perkawinan yang buruk yang hanya akan merugikan keluarga dan handai taulan.”
Terangnya.
“Yang paling baik adalah perkawinan
antara seorang laki-laki yang baik(dewa) dengan seorang wanita yang Baik
(dewi), pasangan terakhir inilah yang dipuji oleh Sang Buddha.” Ungkapnya.
Comments
Post a Comment