Kemenag RI: Wamenag: Cermati Fenomena Perubahan Sosial Masyarakat. Pejabat Kementerian Agama termasuk para Rektor atau pimpinan PTAN
diminta untuk mencermati terjadinya fenomena perubahan sosial di
masyarakat. Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Agama ketika menutup Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) Tahun 2013 di Jakarta, Sabtu Malam (28/9).
Fenomena
sosial yang patut dicermati menurut Wamenag adalah semakin maraknya
aliran-aliran sempalan, ada kecendrungan komunikasi semakin menyimpang,
fanatisme aliran, dan ketegangan antara dan intra agama mulai muncul
kembali. Meningkatnya angka perceraian, meningkatnya nikah siri dan
poligami, kemudian juga penyimpangan-penyimpangan moral dalam bentuk
aborsi, homo, lesbi serta penyimpangan seksual seperti juga fedofilia .
Selain itu yang patut dicermati adalah semakin maraknya perpecahan
ormas-ormas keagamaan, ada kepemimpinan ganda baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah.
“Bagaimanapun, ini akan berdampak pada diri kita sebagai pembina umat”, ujar Wamenag.
Selain
itu, Wamenag juga mengkhwatirkan adanya fenomena urbanisasi mubalig
atau pengkhutbah. Mereka umumnya beralih ke kota karena alasan masa
depan dan kebutuhan keluarganya. Kemenag RI: Wamenag: Cermati Fenomena Perubahan Sosial Masyarakat.
“Masyarakat,
terutama di daerah terpencil, perbatasan, masyarakat di sana tidak lagi
menikmati shalat Jumat atau tidak bisa lagi melaksanakan
kegiatan-kegiatan keagamaan karena terjadi urbanisasi mubaligh”, ujar
Wamenag.
Pada
sambutannya, Wamenag juga menggambarkan adanya fenomena menarik tentang
peralihan status kepemimpinan di masyarakat. Pada masa transisi, status
kepemimpinan masyarakat kita mengalami peralihan dari tadinya elit-elit
bangsawan lokal berpindah ke tokoh-tokoh birokrasi dan tokoh politik.
Sekalipun bukan bangsawan, tapi memiliki keterampilan dan keunggulan
tertentu, maka dia diangkat menjadi tokoh masyarakat,
Pada
saat bersamaan juga, lanjut Wamenag, kepemimpinan umat kita juga
beralih, antara kecenderungan tokoh tokoh pesantren berpindah ke
tokoh-tokoh kampus. Kita bisa melihat, pengurus pengurus majelis ulama
kita yang dulu diwarnai oleh sederetan nama-nama kiai haji , mungkin
karena kita sulit mengkader kiai dibanding mengkader doktor atau
gurubesar, maka kepemimpinan majelis ulama kita di seluruh Indonesia
itu, di atas 20% diambil oleh tokoh-tokoh kampus.
“Jadi bukan lagi kiai haji, tapi profesor doktor alumni perguruan tinggi agama bahkan juga alumni perguruan tinggi umum yang concern terhadap masalah-masalah keagamaan”, kata Wamenag.
Comments
Post a Comment