Tradisi Lampu Colok di Karimun

Salah satu lampu colok di Pulau Kundur membentuk tulisan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H (Foto Kredit: Pak Belalang)


Karimun (Humas) - Lampu colok merupakan salah satu tradisi tahunan umat Islam di Kabupaten Karimun yang dilaksanakan menjelang perayaan Idul Fitri. Tahun ini 2015 M/1436 H ini masih terlihat sejumlah lokasi yang memasang lampu colok, meski cukup semarak, namun tradisi lampu colok kali ini tidak semeriah beberapa tahun lalu khususnya di pulau Karimun, namun untuk pulau Kundur tradisi lampu colok ini tampak masih semarak dan meriah.

Di pulau Karimun hanya ada beberapa hiasan lampu colok yang membentuk masjid yang sangat sederhana ditambah dengan deretan lampu sepanjang jalan. Sementara sebagian besar kawasan hanya hanya menyusun lampu colok sepanjang sisi kiri dan kanan jalan besar atau  gang dan bisa terlihat di kecamatan Meral dan kecamatan Tebing.

Sedangkan di pulau Kundur sejumlah gapura berbentuk miniatur masjid menyemarakkan tradisi lampu colok tahun ini. Lampu colok tersebut terbuat dari sumbu yang dimasukkan ke dalam kaleng dan diisi dengan minyak tanah. Sedangkan gapura tersebut terbuat dari kayu yang dirangkai dengan kawat tempat bergantung lampu colok. 

Pembuatan gapura lampu colok ini biasanya memakan waktu seminggu sebelum dihidupkan pada malam 27 ramadhan atau biasa dikenal dengan malam tujuh likur dan sumber biaya pembangunannya dilakukan oleh para pemuda setempat dan dana minyak tanahnya berasal dari sumbangan masyarakat. 

Dan gapura ini biasanya mulai menyala sekitar pukul 20.30 WIB atau bersamaan selesainya salat tarawih. Berapa jumlah kebutuhan lampu colok tergantung gapura atau bentuk yang diinginkan. Untuk gapura ukuran yang besar maka membutuhkan sekitar 100 hingga 500 lampu colok bahkan ada yang sampai 1.000 lampu. Dana yang dibutuhkan untuk membangun gapura, membeli kaleng, minyak tanah dan biaya lainnya dari malam 27 hingga malam takbir sekitar 5 sampai 15 juta.

Tradisi lampu colok ini sejatinya merupakan tradisi masyarakat melayu yang diwariskan secara turun temurun dalam rangka menyambut malam 27 Ramadan atau biasa dikenal dengan malam tujuh likur dan dipercayai sebagai malamnya lailatul qadar. Tradisi lampu colok ini dipasang di sekiling rumah penduduk menyambut turunnya malaikat siring malam lailatul qadr. Namun seiring perkembangan zaman dan kreatifitas masyarakat dibentuklah lampu colok ini dalam berbagai bentuk miniatur seperti masjid atau gapura.

Adanya lampu colok dalam bentuk kubah, masjid, tulisan selamat Hari Raya dan bentuk lainnya ini sebenarnya turut menyemarakkan malam bulan puasa ramadhan dan takbiran.

Beberapa tahun yang lalu, lampu colok ini dilombakan dan merupakan even tahunan dan pemenang terbaik akan mendapatkan uang pembinaan dari Pemerintah Kabupaten Karimun dan diumumkan pada malam takbiran, namun semenjak kenaikan bahan bakar BBM tahun 2014 lalu, lampu colok kini tidak lagi dilombakan. Dahulu,  sepanjang jalan Sei. Raya, di kawasan Kapling, Jalan Pertambangan Kecamatan Tebing, Kelurahan Teluk Air Kecamatan Tanjung Balai Karimun hingga Desa Pongkar dan Pangke selalu berdiri megah gapura lampu colok berbentuk masjid dan sepanjang jalan raya dipenuhi lampu colok di sisi kiri dan kanan jalan.

Tradisi lampu colok ini sudah selayaknya dilestarikan karena bisa menjadi aset wisata daerah serta dapat menarik minat wisatawan Singapura dan Malaysia untuk datang berkunjung. Pemasangan lampu colok merupakan tradisi masyarakat Karimun yang dapat dijadikan aset wisata untuk memeriahkan malam Ramadan dan malam Takbiran, malam kemenangan setelah satu bulan berpuasa.

Berikut Foto-Foto Lampu Colok di Pulau Kundur 1436 H yang dikumpul oleh akun facebook Pak Belalang:









 

Comments