Kemitraan Antara Polri Dan Masyarakat Sangat Penting Dalam Penanganan Radikalisme

Karimun (Humas) – Karimun (Humas) - Kamis (12/11/2015) kemarin Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kepulauan Riau Resort Karimun melaksanakan kegiatan Forum Group Discussion (FGD) membahas tentang  Paham Radikalisme. Kegiatan ini merupakan salah satu program kegiatan dari Sat Binmas Polres Karimun untuk tahun anggaran 2015

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun Drs. H. Afrizal yang menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan tersebut menyatakan bahwa kemitraan antara polri dan masyarakat sangat penting dalam penanganan radikalisme.

“Radikalisme  adalah suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Karena itu kemitraan antara polri dan masyarakat sangat penting dalam penanganan radikalisme dalam upaya menjaga situasi dan kondisi kehidupan di masyarakat tetap aman dan damai.” Katanya memulai.

Selanjutnya ia menjelaskan tentang Kriteria Kelompok Radikal. Pertama, kelompok yang mempunyai keyakinan ideologi tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang berlaku. Kedua, dalam kegiatannya sering menggunakan aksi-aksi kekerasan, dan bahkan kasar, terhadap kelompok masyarakat lainnya yang dianggap bertentangan dengan keyakinan mereka. Dan ketiga, secara sosio-kultural dan sosio-religius, mereka mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang khas.

“Banyak yang melatar belakangi timbulnya faham radikalisme ini, diantaranya karena adanya kekecewaan umat Islam atas kondisi pemerintahan negaranya, karena negara belum mampu mewujudkan pemerataan keadilan dan kemakmuran di tengah-tengah masyarakat, karena lemahnya pemahaman agama, karena adanya sentimen keagamaan berupa penindasan terhadap umat muslim oleh kekuatan tertentu dan adanya kesengajaan terorganisir untuk melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan umat Islam muslim sehingga umat  Islam menjadi terbelakang dan tertindas.” Papar H. Afrizal panjang lebar.

Balitbang Kementerian Agama, lanjut H. Afrizal,  memandang faham keagamaan yang radikal sebagai pandangan agama yang tidak sesuai dengan kultur pesantren, karena makna jihad yang diajarkan oleh pesantren mempunyai makna yang beragam, tidak semata-mata berarti perang (qital)

“Radikalisme keagamaan  merupakan reaksi umat beragama terhadap penguasa yang dianggap tidak adil terhadap umat Islam. Dan radikalisme  agama tumbuh dan berkembang akibat kedangkalan dalam memahami agama.” Tambahnya.

Terorisme, jelas H. Afrizal merupakan tindakan kontraproduktif bagi eksistensi Islam dan bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam, sebagai agama cinta kasih dan damai.

“Terorisme bukan Jihad, karena  jihad merupakan sarana untuk perbaikan bukan untuk merusak. Radikalisme dapat mengganggu tatanan kehidupan keagamaan di Indonesia yang telah terjalin dengan penuh toleransi.” Tegasnya.

Jihad fi sabilillah dalam konteks kekinian, tambah H. Afrizal akan memberikan mashlahat bila diaktualisasikan dengan memerangi kebodohan, kemiskinan daketerbelakangan. Jihad dalam bentuk kekerasan fisik merupakan tindakan kontraproduktif dalam upaya penegakan ajaran Islam yang cinta kedamaian.

“Pola penanganan faham radikal di Kementerian Agama. Untuk menghindari tumbuhnya paham radikal dikalangan pondok pesantren perlu kiranya pimpinan pondok pesantren memiliki wawasan keislaman  yang luas dan memiliki wawasan berkebangsaan dalam konteks keindonesiaan.” Jelasnya.

Ia melanjutkan bahwa syiar agama melalui jalur pesantren harus memilih jalur infiltrasi nilai-nilai Islam kedalam budaya sehingga tercipta kehidupan damai. Islam dalam posisi ini tidak tercerabut dari akar budaya ke-Indonesiaan.

“Pimpinan Pondok Pesantren harus memberikan teladan berupa prilaku yang mencermimkan pelaksanaan ajaran Islam yang cinta damai, bukan sebaliknya,” katanya.

Upaya lainnya, masih menurut H. Afrizal adalah memberikan pemahaman kepada santri di Pondok Pesantren tentang nilai-nilai perdamaian, persaudaraan, penyelamatan, dan cinta kasih, selain itu perlu pula ditingkatkan akan kesadaran hukum, penegakan keadilan, tolerans terhadap perbedaan dan moderasi dalam memandang berbagai permasalahan. Mendeteksi secara dini para santri yang memiliki sikap temperamental, berkarakter keras, dan pembimbing mereka agar tidak teracuni virus-virus radikalisme.

“Mengupayakan adanya dialog antara pesantren yang dinilai radikal dan pesantren  yang bercorak tradisonal. Dialog dilakukan tanpa pretensi untuk menghakimi, tetapi dengan menggunakan pendekatan empati.” Ungkapnya.

Comments