Kasi Bimas Islam: Bukti Sahnya Perkawinan Secara Autentik Adalah Akta Nikah

Karimun (Humas) – Ada sejumlah permasalahan dalam pencatatan perkawinan yang dilaksanakan oleh KUA Kecamatan dan semua itu perlu dicarikan solusi yangs esuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi Bimas Islam Drs. H. Kholif Ihda Rifai saat menyampaikan materi Pencatatan Perkawinan Dan Permasalahannya dalam acara Pembinaan Peningkatan Mutu Pelayanan Nikah dan Rujuk pada Kantor Urusan Agama Kecamatan tahun 2015, Sabtu (28/11/2015) bertempat di Aula Kantor Kemenag Karimun.

“Sebagaimana disebutkan dalam UU no. 1 Tahun 1974 Pasal. 2 ayat 2 bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam Pasal 12  dijelaskan pula tentang tatacara Pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan,” jelas H. Kholif Ihda Rifai.

Selanjutnya, masih menurut H. Kholif Ihda Rifai dalam Pasal 1 UU No. 32 Th. 1954 jo 22 Th. 1946 disebutkan :
  1. Nikah yang dilakukan menurut agama islam, selanjutnya di sebut Nikah. Diawasi oleh pencatat nikah yang diangkat oleh menteri agama atau yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama islam, selanjutnya disebut talak dan rujuk, diberitahukan kepada Pegawai Pencatat Nikah
  2. Yang berhak melakukan pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya pegawai yang diangkat oleh Menteri Agama atau oleh pegawai yang ditunjuk olehnya.

“Prosedur pendaftaran atau pemberitahuan kehendak nikah juga telah ditetapkan bahwa pemberitahuan kehendak nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan, pengecualian waktu tersebut diberikan dispensasi oleh camat atas nama bupati kepala daerah.” Terang H. Kholif Ihdar Rifai lagi.

Selanjutnya, PPN wajib meneliti tentang syarat-syarat dan halangan perkawinan menurut undang-undang agar tidak timbul permasalahan di kemudian hari.

“Setelah dilakukan penelitian terhadap persyaratan dan halangan perkawinan, maka perkawinan dapat dilangsungkan menurut hukum agama dan kepercayaannya, dihadapan pegawai pencatan nikah dan dihadiri dua orang saksi.” Katanya lagi.

Pada saat dilangsungkan perkawinan, H. Kholif Ihda Rifai menjelaskan lagi bahwa PPN telah menyiapkan akta nikah dan salinannya dan diisi mengenai hal-hal yang diperlukan sebagaimana dituangkan dalam pasal 12 PP 9 Tahun 1975.

“Bukti sahnya perkawinan secara autentik ialah Akta Nikah.” Tegasnya.
H. Kholif Ihda Rifai juga menegaskan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.

“Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan; adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; hilangnya akta nikah; adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974; dan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.” Tambah H. Kholif Ihda Rifai

Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau istri, anak-anak mereka, wali nikah, dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu hal ini sebagaimana dinyatakan dalam KHI Bab II pasal VII.

“Perkawinan yang tidak tercatat tidak mempunyai kekuatan Hukum.” Tegasnya lagi.

Hal itu jelas H. Kholif Ihda Rifai  sebagaimana yang dinyatakan dalam UU 1/1974 Pasal 2 ayat 2 bahwa tiap-tiap  perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat.” Katanya lagi.

Pencatatan perkawinan tersebut dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana yang diatur dalam undang-undang no. 22 tahun 1946 jo undang-undang no. 32 tahun 1954.

Di dalam KHI Bab II Pasal 5 juga menyebutkan bahwa untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah dan perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

“Jadi, sahnya suatu perkawinan dan pencatatannya menurut ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana disebutkan dalam UU 1/1974 Pasal 2 ayat 1 bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian,  perkawinan yang tidak tercatat bertentangan dengan undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.” Pungkasnya.

Comments