Karimun (Humas) –Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Karimun melalui Penyelenggara Buddha, Selasa (8/12/2015) menyelenggarakan
kegiatan Pembekalan Pra Nikah kepada Pemuda Buddhis di Kabupaten Karimun.
Penyelenggara Buddha Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Karimun Sudir, S. Pd dalam kegiatan tersebut
menjelaskan Tata Cara Upacara Perkawianan Dalam Agama Buddha.
“Agar dapat dilaksanakan
upacara perkawinan menurut tata cara agama buddha maka calon mempelai harus
menghubungi pandita agama Buddha untuk memimpin upacara perkawinan.”
Caranya, lanjut Sudir adalah
dengan mengisi formulir yang telah tersedia, serta dengan melampirkan:
- Dua lembar foto copy ktp dari kedua calon mempelai.
- Dua lembar foto copy akta lahir atau akta kenal lahir dari kedua calon mempelai
- Dua lembar surat keterangan dari lurah setempat tentang status tidak kawin dari kedua calon mempelai
- Surat ijin untuk calon mempelai yang berumur dibawah 21 tahun.
- Tiga lembar pasfoto berdua ukuran 4x 6 cm
“Setelah syarat dipenuhi dan
surat-surat telah diperiksa keabsahannya maka pengumuman tentang perkawinan
tersebut ditempel dipapan pengumuman.” Jelas Sudir.
Tempat upacara menurut agama
Buddha dapat dilangsungkan di Vihara, cetiya atau dirumah salah satu mempelai
yang memenuhi syarat untuk pelaksanaan upacara perkawinan.” Jelas Sudir lagi.
Adapun persiapan peralatan
upacara yang harus dipersiapkan masih menurut Penyelenggara Buddha Kemenag
Kabupaten Karimun, yakni :
- Altar dimana terdapat Buddharupang .
- Lilin lima warna(biru,kuning,merah,putih, jingga)
- Tempat dupa
- Dupa wangi 9 batang
- Gelas/mangkuk kecil berisi air putih dengan bunga
- Dua vas bunga dan dua piring buah-buahan untuk dipersembahkan oleh kedua mempelai.
- Cincin kawin
- Kain kuning berukuran 90 x 125 cm
- Pita kuning sepanjang 100 cm
- Tempat duduk(bantal)untuk pandita,kedua mempelai,dan bhikku apabila hadir.
- surat ikrar perkawinan
- Persembahan dana untuk bhikkhu(apabila hadir) dapat berupa bunga,lilin,dupa,dan lain-lain.
Adapun prosesi pelaksanaan
upacara perkawinan dalam agama Buddha, masih menurut Sudir lagi adalah sebagai
berikut;
- Pandita dan pembantu pandita sudah siap di tempat upacara.
- Kedua mempelai memasuki ruangan upacara dan berdiri di depan altar
- Pandita menanyakan kepada kedua mempelai, apakah ada ancaman atau paksaan yang mengharuskan mereka melakukan upacara perkawinan menurut tata cara agama Buddha, apabila tidak ada maka acara dapat dilanjutkan.
- Penyalaan lilin lima warna oleh pandita dan orang tua dari kedua mempelai.
- Persembahan bunga dan buah oleh kedua mempelai.
- Pandita mempersembahkan tiga batang dupa dan memimpin namaskara.
- Pernyataan ikrar perkawinan.
- Pemasangan cincin kawin.
- Pengikatan pita kuning dan pemakaian kain kuning.
- Pemercikan air pemberkahan oleh orang tua dari kedua mempelai dan pandita.
- Pembukan pita kuning dan kain kuning.
- Wejangan oleh pandita.
- Penandatanganan surat ikrar perkawinan
- Namaskara penutup dipimpin oleh pandita.
Selanjutnya Sudir
menjelaskan beberapa faktor yang mendukung terciptanya keluarga bahagia dalam
Agama Buddha.
“Pertama adalah saling
setia, kesetiaan adalah masalah yang sangat penting. Saling setia merupakan
salah satu pilar yang menopang keutuhan bangunan perkawinan. Perlu suatu
kejujuran yang tulus untuk memelihara kesetiaan dalam perkawinan, karena banyak
orang yang tidak setia selalu mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan
nyelewengnya. Setiap kesalahan yang telah dilakukan haruslah disesali oleh si
pelaku dan ia harus bertekad untuk tidak mengulanginya, selanjutnya perlu
dimaafkan oleh pihak lain;karena apabila tidak demikian maka hanya
keruntuhanlah yang akan terjadi.Merasa puas dengan istri atau suami sendiri
akan sangat menunjang dalam memelihara aspek kesetiaan di dalam keluarga yang
harmonis.” Ungkapnya panjang lebar.
Kedua, adalah saling percaya
dan jujur. Diamana mennurut Sudir, kejujuran adalah landasan dari sikap saling
percaya diantara sepasang suami istri. Sikap jujur tetap harus diutamakan. Selanjutnya
adalah saling menghormati. Saling menghormati dan saling menghargai adalah
merupakan pilar yang lain dalam mewujudkan keluarga bahagia dalam Agama Buddha.
“Selanjutnya adalah saling
mengalah. Mengalah bukan berarti kalah, karena itu saling mengalah juga
merupakan pilar lain yang penting untuk dipelihara dalam kehidupan berkeluarga.
Selanjutnya lagi adalah saling membantu. Setiap orang memiliki kelemahan, karena
itu apabila sepasang suami istri itu harus saling membantu dan saling
melengkapi, sehingga segala kesulitan dalam hidup berkeluarga terasa lebih
ringan untuk dipikul,” pesannya.
Dan terakhir adalah saling
berkomunikasi antara suami dan istri. Komunikasi di dalam keluarga, jelas Suir
tidak selalu berlangsung dengan mulus, adakalanya tersendat sendat, kadang
kadang terputus sama sekali untuk waktu yang sebentar atau lebih lama.
“Dari uraian tersebut
dapatlah disimpulkan bahwa apabila sepasang suami istri ingin selalu
bersama-sama dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan yang datang maka ada
empat hal yang harus diperhatikan, yaitu keduanya harus setara dalam keyakinan (saddha),
setara dalam sila (moral), setara dalam kemurahan hati (caga) dan setara kebijaksanaan
atau pengertian (panna).” Tutupnya.
Comments
Post a Comment